Bahwa kita hidup pasti melakukan kesalahan, karena memang manusia adalah tempatnya kesalahan. Engkau yang berada disana, aku telah banyak berbuat salah kepadamu, memang pantas engkau memakiku, karena aku, rembulan yang dulu menyinari malam kini menjadi redup, setiap nafas yang keluar menjadi tidak berarti, setiap ucapan serasa kosong tak berisi. Dan ketika tinggat kesabaran telah habis, maka pantas saja jika engkau menyalahkanku, karena memang aku yang salah. Kesalahan terbesarku adalah mengetahui kesalahanku di akhir cerita saat semua sudah terlambat dan hampir tak mungkin dikembalikan. Setiap luka yang aku goreskan tak kan semudah itu saja hilang, tertutup oleh butiran debu yang ditiupkan oleh angin, dan tak akan mudah diterbangkan oleh angin yang berhembus dari arah pantai. Suara dengarkanlah aku, aku disini tidak tenang dengan setiap keselahan yang aku perbuat. Walaupun tak pantas kau berikan aku kata maaf, namun hanya itu yang aku harapkan. Untuk seseorang yang telah mewarnai hidupku -IH-

Jangan Cepat Menilai Orang dari Gaya Bahasanya.

Dialog orang Surabaya memang terdengar sangat kasar dan keras, itu saya buktikan sendiri setelah 4 tahun lebih menetap di Surabaya. Mulanya saya sebagai orang jawa, sangat risih mendengar kata – kata kasar seperti Jancuk misalnya. Namun dibalik semua itu saya merasakan rasa keakraban dalam kata – kata yang diucapkan. Walaupun bahasanya kasar tetapi sebagian besar orang Surabaya itu baik hati, Coba lihat percakapan dari video disini!. Saya juga awalnya heran mendengar kata Jancuk sebagai panggilan yang penuh ke akraban. Namun setelah tahu, ya memang seperti panggilan keakraban saja.

Ya.. Bahasa Suroboyan ini memang cenderung apa adanya dan simple…. Dalam mengucapkan kata-kata sehingga membentuk kalimat orang Surabaya terkesan efisien.. Mereka tidak membutuhkan banyak kata untuk mendeskripsikan sesuatu hal atau keinginan mereka, tak heran pula kalau orang Surabaya sedikit gagap jika disuruh mendeskripsikan tentang suatu hal apalagi menggunakan berbahasa Indonesia

Dalam bahasa Surabaya sering didapati kata-kata kasar seperti ini dancuk, jancuk, jancok, cuk, taek, jangkrik, matamu, damput,asu dan lain-lain. Serangkaian kata-kata kotor itu pada penggunaan bahasa Jawa secara umum dipandang orang sebagai kata-kata yang kasar, saru dan kotor. Normalnya, kata-kata tersebut dipakai untuk memarahi dan membenci seseorang. Akan tetapi untuk masyarakat Surabaya kata-kata ini digunakan dalam situasi penuh keakraban, terutama kata dancuk, diamput, dan jangkrik (sebagai pengganti kata panggil, misalnya mas atau mbak.. menjadi cuk atau jancuk). Misalnya, “Yoopo kabarmu, cuk” normalnya adalah seperti ini “Bagaimana kabarmu, mas?”. Serta orang yang diajak bicara tersebut seharusnya tidak marah, karena percakapan tersebut diselingi dengan canda tawa penuh keakraban dan berjabat tangan dong… Hehehehe….

Tulisan ini banyak diambil diri blognya mas anang

I see forever when I look in your eyes
You’re all I’ve ever wanted I always want
You to be mine let’s make a promise
’til the end of time we’ll always be
together and our love will never die
So here we are face to face and heart to heart
I want you to know we will never be apart
Now I believe that wishes can come true
Cause I see my whole world I see only you

When I look into your eyes
I can see how much I love you
And it makes me realize
When I look into your eyes
I see all the dreams come true
When I look into your eyes

I’ve looked for you all of my life
Now that I found you we will never
Say goodbye can’t stop this feelin’
And there’s nothin’ I can do
Cause I see everythin’
When I look at you

When I look in to your eyes.

Aku tidak bisa memberikan apa-apa, aku hanya bisa mencintaimu. Lirik oleh Fire House

Kronologis Keberangkatan

Bermula dari SMS, tuling… tuling… tuling, aku buka hp nokia 6020 yang cat cashingnya mulai mengelupas, waduh ternyata jum’at 27 februari aku harus datang ke Novotel Jogja untuk tes wawancara direksi, waduh kok mendadak sekali *gunamku dalam hati*, tapi tidak apa – apalah, pada hari rabu siang, untuk jaga-jaga aku beli tiket keberangkatan ke Jogja sama si IDUT untuk jam keberangkatan hari kamis jam 7. pagi teng, menggunakan kereta Sancaka, maunya si IDUT naik eksekutip tapi berhubung habis ya terpaksa naik bisnis, wong satu kereta terdiri dari eksekutif dan bisnis, yang membedakan mungkin cuma jatah makan dan agak panas hematku. Pada rabu sore itu aku juga ada tes diSurabaya, setelah tes apa hasilnya? anda besok kamis wawancara lagi jam 10 pagi, lhoh.. terheran, terbengong, nyaprut *Mulutnya Niru gaya Alberto Gilardino klo gagal masukin gol, agak sedikit manyun gitu*, gimana nasib tiketku, padahal besok pagi jam 7 harus ke Jogja!


Akhirnya aku Telpon si IDUT,”Dut aku ada tes lagi besok nih, kamu berangkat sendiri aja ya! Besok tak anterin wes! pagi – pagi.”, kasihan juga si IDUT yang tidak punya teman atau kerabat di Jogja harus berangkat sendirian, tapi mau gimana lagi! Akhirnya pagi – pagi sekali aku ke kos si IDUT terus tak anter ke Stasiun Gubeng, tak tunggu sampai berangkat, aku kemudian juga pulang untuk persiapan tes wawancara jam 10, setelah selesai kira-kira jam 12 an, aku kembali ke Stasiun Gubeng untuk beli tiket ke Jogja untuk keberangkatan jam 3 sore, sampai mau di tiba Stasiun, Hpku bunyi dan ternyata si Rochman mau nitip tiket juga dan berangkatnya bareng-bareng, sip lah aku ada temannya entar. Karena belum persiapan, aku habis dari beli tiket langsung ngacir ke kost dan mulai persiapkan barang apa saja yang akan dibawa, jam sudah menunjukkan setengah dua, aku harus segera cepat-cepat, tiba-tiba saja jam sudah menunjukkan jam 2, aku nyari siapa yang bisa nganter aku ke Stasiun, anak satu kost pada sibuk semua, akhirnya kepikiran pergi ke kostku yang lama, untuk saja ada Radian yang bersedia mengantarkan, sempai disana sudah pukul 2.20 dan beberapa saat kemudian Si Rochman datang dan tepat jam tiga kereta berangkat. Tut.. tut.. tut.. *eh bukan deng, itu kan kereta api jaman dulu*

Saat Perjalanan.
Pada saat perjalanan, kereta yang saya tunggangi lumayan lancar, cuman sebelnya adalah pada saat kita harus berhenti nunggu kereta lain untuk duluan, wah ternyata keretaku itu masih mengalah pada kereta sekelah argo bla.. bla.. atau sembrani, ya iyalah mereka satu loko dan semua gerbongnya eksekutip semua, kita kan masih campuran eksekutif dan bisnis. Hal ini kerap sekali terjadi pada beberapa stasiun, dan mungkin hal – hal yang seperti inilah yang membuat perjalan agak lambat hampir satu jam, aku juga kepikiran, yang kereta eksekutif saja masih nunggu apalagi kereta ekonomi, nggak kebayang klo berangkatnya menggunakan kereta ekonomi, pasti panas dan melelahkan sekaligus menjemukan. Beberapa kali kali Si IDUT SMS ataupun menelepon menanyakan di mana posisiku sekarang. Si IDUT yang udah berangkat sedari jam 7 sudah sampai di Jogja dan udah ngebooking penginapan. “Kamu nginep sini aja alamatnya losmen famili jalan dagen 14, aku sudah booking disana, entar kamu turun dari stasiun langsung minta antar tukang becak, cuman 5 ribu perak” begitu salah satu isi smsnya!

Ketika berada di Jogja
Akhirnya saya tiba juga di Jogja jam 21.45, kekusaman muka, kelesuan selama perjalanan menjadi hilang oleh udara sejuk kota Jogja yang memang pada saat sebelum saya datang sempat diguyur hujan. Keluar dari Stasiun Tugu, nanya-nanya sama orang dimana jalan dagen, kata orang tidak terlalu jauh akhirnya kuputuskan jalan kaki saja, sampai di depan penginapan yang dimaksud aku sms si IDUT, “Dut aku dah diluar nih, kamu keluar donk”, beberapa waktu kemudian si IDUT datang, dan akhrinya saya Juga chek in di tempat yang sama. Habis naruh tas, aku dan IDUT pergi keluar nyari makan, e ketemu rumah makan padang, akhirnya aku makan disitu. Saat kembali ke penginapan, aku melepas kepenatan dengan ngobrol panjang lebar di depan Kamar Si IDUT tak terasa jam 11 sudah terlewati 1 menit, ” Dut dah larut malam, persiapan buat besok pagi, biar fresh besok”. Pagi berjanjak Idut sudah Mandi dan aku juga buruan mandi, waduh perut masih kosong ini, perlu diisi, Idut berinisiatif beli nasi kucing 1000 an tepat di depan penginapan, “ha… apa ini sedikit sekali, beli tiga lagi Dut untukku” memang dasar perutku yang kampret banyak makan tapi nggak gemuk-gemuk. Akhirnya pagi itu juga kami Chek Out, untuk pergi ke Novotel, akhirnya setelah lewat berapa jalan ketemulah jalan Mataram *klo ndak salah*, dari situ kami langsung naik taksi. Tiba di Novetel jam 8 delapan, selesai wawancara jam 9.30 an, kami langsung cabut mau pesen tiket pulang ke Surabaya, kami mencoba naik trans Jogja ya lumayan lah, sampai di stasiun kami pesen tiket, ternyata kereta berangkat jam 4 sore, pada saat habis pesen tiket, e ketemu si mas Ferry, dan si IDUT minta foto bareng, untungnya si mas Ferry orangnya baik, di berikan senyum, satu .. dua.. tiga.. cekrekk… sudah deh jadi fotonya. Tak terasa jam sudah pukul 11, saya mencari Masjid untuk sholat Jum’at sementara tas dan barang bawaan yang lain di tugguin si IDUT. Dut gimana nih kereta masih jam empat, kita jalan-jalan dulu di Malioboro yuk! Akhirnya kami putuskan untuk jalan – jalan sambil menuggu jam keberangkatan Kereta ke Surabaya. Mata perempuan yang tidak bisa melihat barang – barang yang dagangan diam, langsung nawar sana, nawar sini, dasar si IDUT, paling doyan klo lagi belanja, mana 2 tas saya yang bawa lagi, tapi nggak papalah, saya juga sangat menikmati perjalanan ini. Sekonyong – konyong ada tukang becak yang menawarkan jasa,”mas pake beca saya saja mas, puter – puter keraton sampai sini lagi cuman 6 ribu mas”, karena Jogja saat itu sedang panas-panasnya jadi kami putuskan untuk naik becak. Ada sesuatu yang menarik dari tukang mbecak yang memperkenalkan dirinya, Mas iwan. Ternyata tukang becak di Jogja sudah mengenal sistem bookmark, “Mas nama saya iwan, ini mas nomer hape saya silahkan dicatat, besok – besok klo main ke Jogja jangan sungkan-sungkan telepon saya, saya langsung jemput emas mbak” weleh … weleh canggih juga ya! Dalam perjalanan mas Iwan dengan Grapyak nya berbicara panjang lebar mulai dari a sampai z tentang Jogja laksana bersama seorang pemandu wisata, tujuan kami yang pertama adalah konter dagadu biasa lah aku mau beliin oleh-oleh untuk adikku yang ada di kost, terus si IDUT juga demikian. Kami memilih – milih baju selama beberapa saat, ya pak kita lanjut, tujuan yang kedua adalah apa namanya lupa aku, tapi disana itu juga batik-batik dan sebangsanya, ditempat itu kita juga dapat langsung melihat cara pembuatan batik seperti apa. Kami hanya melihat – lihat saja disitu, dah puas.. udah, berarti lanjut! karena hari sudah mulai sore, kami minta pak iwan langsung aja ke tempat oleh-oleh makanan, Biasalah jananan spesial “Bakpia” aku beli tiga dan beberapa jajanan lain untuk oleh-oleh, sementara si IDUT juga asyik memilih-milih, apa lagi memang dasar si IDUT yang suka belanja, bawaannya huh…, aku cuman bisa mengernyitkan dahi! Akhrinya kami sampai di tempat pertama kali tukang becak itu datang, jadi muter gitu, di IDUT yang memang baik hati, karena kasihan atau apa, bapak tukang becang yang tarifnya 6 ribu di kasih 12 ribu, dasar si IDUT yang baik hati. Karena perut sudah tidak bisa diajak kompromi akhrinya kami berdua putuskan makan di warung sate depan Stasiun tugu, slup.. slup, nyam -nyam akhrinya kenyang juga perut ini. Waduh dah jam 3 kurang lima nih, ayo dut kita harus segera masuk ke stasiun mana kita belum Sholat lagi. Akhirnya jam 4 telah tiba, kami berdua meninggalkan tempat yang menyenangkan itu, semoga jika ada kesempatan kami bisa datang kesana lagi. Selamat tinggal Jogjakarta. Kareta kami membawa kami ketimur dan semakin ketimur, si IDUT turun di Stasiun Kertosono karena menang sudah di jemput sama Keluarganya, sementara saya turun di Surabaya, perjalanan yang menyenangkan sekaligus melelahkan.