Kemacetan

Standard

Kemacetan sudah barang tentu makanan sehari-hari jika kita hidup dikota besar, apalagi Jakarta. Berita ditelevisi pun selalu mengamini bahwa masalah utama ibu kota saat ini adalah transportasi, kemudian selanjutnya disusul oleh musibah tahunan banjir. Oke yang ingin saya garis bawahi disini adalah soal kemacetan.

Pada saat di Jakarta, saya dibilang jarang menggunakan angkutan umum pada saat jam berangkat atau pulang kerja, kita biasanya menyebutnya dengan jam sibuk. Angkutan umum baik Trans Jakarta, KRL atau apapun, dikarenakan jarak kantor dan tempat kost dapat ditempuh dengan ayunan kaki. Namun bukan berarti saya tidak pernah.

Jadi saya pernah naik kereta, waktu itu sabtu pagi, dari stasiun cawang ke stasiun UI. Wow waktu itu kereta sangat ramai, jika gerbong ibarat panci, maka anda sebagai penumpang ibarat nasi yang ditekan-tekan hingga memenuhi ruang panci, sehingga melihat sendal sendiripun kesulitan. Itu masih hari sabtu apalagi hari kerja.

Kembali berbicara masalah kereta listrik, dulu waktu saya di proyek perpus UI, setiap hari saya pergi dari cawang ke Depok, saya lewat jalan yang disebelahnya adalah jalur rel kereta api. Jadi 2 tahun yang lalu, saya selalu melihat dengan mata kepala sendiri, bahwa kereta api yang masuk dari arah Bogor ke Jakarta terlihat masih sedikit ruang untuk diduduk diatas gerbong. Terkadang pun diatas gerbong pun penuh. Bagaimana yang didalam gerbong? mungkin bisa diibaratkan seperti nasi yang ditekan-tekan hingga menjadi bubur.

Kelihatanya antara 2 tahun yang lalu dengan yang sekarang tidak jauh berbeda. Baik yang masuk dari arah Selatan ataupun dari arah timur. Tidak hanya dikereta api saja. Kemacetan rupanya sudah mengakar disegala aspek transportasi di ibukota tercinta ini. Sore tadi saya dari Depdagri mau pulang ke Cawang, saya putuskan naik Trans Jakarta ( kalau busway = Jalan bus, kemarin saya bilang naik bus way saya dimarahi orang ini), saya menunggu di Halte Pecenongan, memang kalau jam pulang kerja, transportasi di Jakarta ini dapat dikatakan Tidak Ideal. Menunggu hampir 1,5 jam, tiap bus trans yang datang selalu penuh, bisa masukpun hanya beberapa orang dan harus berdesak-desakan.

Oke cukup sudah keluh kesahnya, dari pada mengeluh lebih baik memberikan masukan, siapa tahu ada pejabat negara bidang transportasi membaca postingan ini dan dipertimbangkan 🙂 Sebaiknya mengatur jumlah armada, menambah armada pada saat jam-jam sibuk dan kalau sudah tidak sibuk armada dikurangi. Jadi ada sistem pengaturan jumlah armada. Baik moda apapun. Yang kedua bagaimana kalau pemerintah menggalakkan untuk menggunakan kendaran umum. Namun kalau dilogikakan sekarang saja, yaitu orang menggunakan kendaran pribadi masih banyak saja, angkutan umum seperti kerata tiap pagi penuh hingga naik-naik keatas, apalagi kalau semua naik angkutan umun. Sebenarnya hal ini bisa jika pemerintah bersungguh-sungguh meningkatkan layanan transportasi.

Belajar dari pelajaran kuliah rekayasa jalan raya dulu, seperti dibuat penelitian, katakanlah yang masuk kereta apa dari arah selatan. Secara simple pada waktu jam kerja (6-8 pagi) Jumlah yang masuk adalah 20.000 orang (umpama), satu kereta 1000 orang (umpama) berarti antara jam 6-8 pagi berangkatkan 20+1 kereta (Bisnis+ekonomi). Berarti idealnya setiap 6 menit ada kereta…. logis ga ya…? hal lain yang harus dipikirkan adalah penggunaan angkutan lain, seperti microlet, bus, kopaja dan lain-lain.

Sepertinya itu saja, karena kemacetan semakin lama dibahasan semakin tidak jelas arahnya, yang diperlukan adalah Action.

Berhati-hatilah dengan dokumen Berharga

Standard

Yup, judul diatas adalah berasal dari pengalaman pribadi saya. Ya, selalu berhati-hatilah terhadap dokumen berharga. Dokumen berharga yang saya maksud disini adalah ijazah.

Begini ceritanya, kurang lebih 20 bulan yang lalu, saya bekerja di Kantor pusat tempat saya bekerja di Jakarta, setelah beberapa bulan dipusat kemudian saya ditempatkan dicabang, oh ya saya bekerja dibidang konstruksi, jadi kerjanya ya dimana saja.


Alkisah saya saat itu ditempatkan diluar pulau Jawa, tepatnya di Tanjung Balai Karimun. Jadi dahulu saya menyimpan data penting yaitu ijazah SMP, SMA dan Ijazah Kuliah di kost yang lama. Saat berangkat saya membawa Ijazah Kuliah saja. Karena saat itu saya masih membayar kost yang lama walaupun tidak saya tempati.

Namun berjalannya waktu, saya lupa dalam pikiran saya, saya merasa membawa seluruh ijazah saya. Dan beberapa bulan setelah itu, kebetulan teman kuliah saya dulu diterima diperusahaan yang sama dengan saya. Jadi kamar saya dikost itu ditempatilah sama dia.

Hingga dia keluar dari kost itu karena ditempatkan di proyek juga. Hingga kamar itu dikontrak sama seorang bapak yang juga satu perusahaan sama saya.

Masalah itu timbul setelah beberapa waktu yang lalu, saya diminta mengisi biodata terbaru, disana disuruh mengisi nomor ijazah dari SD hingga pendidikan terakhir yang ditempuh.

Untuk keperluan itu saya membuka tas dimana saya menyimpan ijazah dulu, setelah saya buka waduh kok hanya ijazah kuliah saja, dimana ijazah yang lain? saya coba mengingat-ingat apakah tertinggal di kosan saya di Jakarta?

Hingga kemarin minggu saya putuskan pergi ke Jakarta untuk memastikan, kebetulan kunci lemari itu masih ada ditangan saya. Jadi sabtu sore saya putuskan mencari tiket ke Jakarta PP.

Minggu pagi saya berangkat menyebrang ke Batam dan terbang ke Jakarta, sampainya disana, naik bis bandara jurusan Kampung Ramputan kemudian turun di halte busway Pasar Keramat Jati. Kemudian mencari busway jurusan Kampung Melayu. Turun di Cawang Otista.

Saya langsung bergegas ke tempat kost lama saya yang tak jauh dari situ. Saya bilang bapak kostnya, kebetulan kamar saya kosong, sehigga kunci utamanya dipegang bapak kost, coba kalau bapak yang tinggal sebelumnya disitu masih tinggal, karena saya dengar bapak yang menghuni sebelumnya lagi ada proyek di Bandung, pasti saya tidak bisa masuk karena kuncinya dibawa. Ya itulah kebesaran tuhan, saya mendapat timing yang pas.

Saya masuk dan buka lemari, dan berita bagusnya lemari itu belum terbuka selama sekali selama hampir satu setangah tahun itu. Barang-barang berharga saya Alhamdulillah masih komplit.

Akhirnya saya ijin bermalam dikost itu, sambil bernostalgia menikmati soto Surabaya disebelah halte busway Cawang Otista. Dan pagi-pagi sekali saya harus berangkat ke bandara, saya pergi dengan busway ke arah Kampung Rambutan dari rambutan balik lagi ke Bandara Soekarno-Hatta karena jam 11.40 pesawat sudah berangkat ke Batam.

Perjalan panjang dengan waktu singkat yang melelahkan untuk menyelamatkan sebuah dokumen berharga. Ini pengalaman saya, bagi teman-teman yang belajar dari pengalaman saya, berhati-hatilah dalam menjaga barang atau dokumen berharga anda entah apapun itu.