Sepenggal Kisah Di Perjalananku

Standard
Tak terasa hampir 3,5 Bulan sudah saya berada di ibu kota yang terkenal macet ini. Bermula dari kota Pare tercinta kemudian kuliah di Kampus Biru, sebuah kampus Perjuangan yang menambatkan cintaku, kalo sinetron bilang “Cintaku di Kampus Biru”.

Banyak kiranya kenangan indah terlukis di sana. Mulai awal masuk dengan sistem pengkaderannya, kehidupan kos disana, teman seperjuangan disana (S47, S yang lain, teman kos gebang roda sekolah 9, kos gebang wetan 25C, teman kenalan, teman yang jauh disono namun dekat dihati, wow semuanya lah), wisata kuliner seputar Surabaya (Bakso, Lontong Balap, Bebek dan lain – lain pokoknya), hingga manis getirnya asmara,klo sponsor bilang : Nano – Nano “Iklan”. Pokoknya Semua anfogotabel (cipstuff TM).

Tak terasa empat setengah tahun terlewati dengan begitu cepatnya. Semuanya masih jelas terlihat seperti kemarin saja. Namun bagaimanapun juga, kita harus menatap kedepan dan anggap kenangan sebagai pelecut semangat untuk menggapai Impian dan Harapan.

Tugu Pahlawan wasih kokoh berdiri, Tulisan “Selamat Datang” itu masih ada walaupun asab dan debu menutupi di bagian sisi – sisinya. Semua seperti rangkaian kisah yang terpotong dan akhrinya menjadi satu kesatuan(di Jual Eceran TM). Kalo sela on seven bilang “Sebuah Kisah Klasik Untuk Masa Depan”. Banyak Cerita yang tersimpan disana, sama si S, si I, si R yang telah tercatat sebagai bagian dari cerita kehidupan.

Dimulai dari awal Februari lalu, ketika ada tes lowongan pekerjaan di Perusahaan Biru tercinta, hingga samapi saat ini, aku berusaha menjadi seseorang yang berdedikasi dan loyal dibidangku, *weleh* ini sungguhan lho!, o ya aku kemarin sempat baca tulisan yang menurut saya menarik, yaitu prinsip 135, 1 orang, 3 kali apresiasi karena 5 kali prokduktifitas.

Sekarang saatnya menggapai dunia, Menggapai Ridho-Nya, melebarkan layar di Jalannya Bersama Sang Peneduh Kalbu. Membahagiakan orang yang ada di rumah. Sekedar mengingatkan diri sendiri, bahwa keberhasilan itu adalah implementasi dari Ikhtiar, ketekunan, kerja cerdas yang dikombinasikan dengan doa.

Jakarta, Minggu 28 Juni 2009. Pukul 14.42 (sehabis nyuci pakaian)

Tekanan

Standard

Tolok Ukur Kedewasaan

Pernahkah anda mendapat pressure yang berat dari pekerjaan anda ? Belum pernah. Bersyukurlah bagi yang belum pernah. Namun pada hakikatnya tekanan yang terjadi pada diri kita itu merupakan suatu sarana pendewasaan pada diri yaitu tentang bagaimana cara kita menyingkapi suatu tekanan atau permasalahan serta bagaimana cara kita mengatasi suatu permasalahan.

Cara kita menyingkapi suatu masalah merupakan tolok ukur untuk mengetahui seberapa dewasanya kita. Saya pikir memang demikian dan saya yakin bahwa para pembaca juga sepakat mengenai hal tersebut. Ada kalanya saat ada pressure pekerjaan kita merasa tertekan, kebingungan sehingga kita juga melakukan beberapa kesalahan. Menurut saya itu adalah hal yang wajar.

Tentang Pendewasaan
Seperti yang saya katakan sebelumnya, yaitu dalam keadaan tertekan kita bisa saja melakukan kesalahan. Sekarang yang perlu diperhatikan disini adalah bagaimana kita belajar dari kesalahan. Dengan semakin banyak kita mempelajari kesalahan, kita juga berfikir untuk menemukan solusi dan menurut saya itu yang disebut dengan kercerdasan. Ya namanya juga pendapat boleh setuju boleh tidak.

Kalau pendapat saya pribadi, salah satu barometer untuk mengetahui seberapa dewasanya kita adalah pada saat kita menghadapi suatu masalah. Ada kalanya seseorang saat menghadapi masalah malah bersifat tidak kooperatif, ”nggondok”, emosi yang meluap – luap bahkan ada yang sampai hilang kendali. Hal itu mungkin saja terjadi. Namun sebagai seorang pembelajar, kita harusnya selalu bersikap positif pada setiap masalah yang dihadapi. Menghadapi masalah dengan kepala dingin, tidak bersikap yang terlalu reaktif dan bisa mengedalikan emosi.

Hal – hal yang bisa membuat pikiran rileks juga perlu dicoba, hal ini dilakukan untuk mengurangi ketegangan, seperti bernyanyi *saya kebetulan suka bernyanyi, walaupun suara seperti kaleng susu bendera yang kosong, jumlahnya ada tiga, masing – masing ujungnya dikasih benang dan disatukan pada satu benang, kemudian diikat pada bajai, kemudian bajai dijalankan, nah suara saya seperti perpaduan suara bajai dan suara kaleng tadi, bisa anda imajinasikan*, membaca lelucon atau pelbagai macam cara yang sesuai dengan diri anda.

Saya juga mengerti bahwa berbicara menulis itu lebih gampang dan bisa dijual eceran TM dari pada melaksanakannya.